Di panggung
lawanku bisa memerankan apa saja
menjadi raja Fir’aun, Isa, Hitler,
Yahudi, Adam, Setan, atau
tuhan
sekalipun!
Begitu cepat skenario bergantian:
menit pertama kawan
menit berikutnya lawan
kadang
mempermainkan
kadang dipermainkan
kadang menang
kadang
dikalahkan.
Simpanlah pertanyaan-pertanyaan lugu kalian
saksikan saja orang-orang suci main judi
penjahat bersolek menyerupai orang-orang suci
pemabuk berebut siapa paling berakal—paling waras
orang-orang waras kian mabuk kian tidak berakal
tukang begal tukang jagal mempertanyakan keadilan
orang-orang adil mulai menjagal dan membegal
orang-orang jujur hidup di kehidupan yang lacur
pelacur dianggap orang-orang jujur.
Simpan saja kengerian kalian yang polos itu!
Panggung kadung diciptakan dan
pementasan harus
kalian saksikan. Jangan cari celah
pendar—jangan cari salah dan benar.
Kebenaran hanya seselaput kertas dengan pembenaran.
Pada segala yang benar-benar bundar beputar-putar
dari titik samar ke titik samar.
Siapakah dapat menakar yang mana nalar
manusia, yang mana binatang liar?
Kiranya demikian prolog ini disampaikan
dengan kebenaran yang tidak dapat dipercaya.
Teruntuk kalian yang lebih memilih yakin
kepada naskah-naskah kebohongan.
Sebelum cahaya dari segala penjuru dipadamkan
suluk seribu satu setan nagari-nagari
kegelapan diperdengarkan.
Siapkanlah kostum, bedak, gincu, topeng, racun,
dan senjata selengkap-lengkapnya.
Simpan nyawa kalian pada badan paling badan
karena bisa saja, kalian terseret sebagai pemeran
dan tidak dapat diselamatkan.
Tegakkanlah
kepalsuan
wahai wayang-wayang!
Cilegon, 2011
Dimuat di dalam buku Terlepas, Pustaka Senja, Yogyakarta, 2015
Comments :
Post a Comment